Minggu, 13 Februari 2011

Jangan Remehkan Polisi Indonesia ?


Note : Tulisan ini saya buat tahun 2006 lalu, tapi rasanya masih cocok untuk kita jadikan renungan saat ini...


JANGAN REMEHKAN POLISI INDONESIA ?


Semakin hari bangsa kita rasanya semakin kehilangan rasa percaya diri. Satu persatu kebanggaan yang tadinya bisa membuat kita besar kepala, kini sudah mulai menjauh. Sebut saja kejayaan kita di kancah bulu tangkis dunia. Dulu, nama Indonesia sudah pasti disebut yang pertama. Sampai-sampai Rudi Hartono mampu menjadi juara All England 8 kali, Piala Thomas dan Uber juga berhasil kita kawinkan. Tetapi kini, untuk masuk final saja susah. Apalagi jago bulutangkis putri kita, sudah tidak lagi masuk hitungan. Di lingkup Asia Tenggara saja, kini kita tidak bisa lagi bertengger di papan atas, bahkan dalam beberapa kali pesta olahraga se Asia Tenggara, kita kini selalu saja di urutan ketiga, untung tidak terpeleset lagi pada posisi nomor empat.
Itu baru dari dunia olahraga. Di dunia bisnis lebih-lebih lagi. Indonesia sudah bukan lagi menjadi incaran para investor. Mereka yang sebelumnya merasa nyaman dan mampu mengeruk untung sampai bergunung-gunung, kini malahan memindahkan pabriknya ke luar negeri. Vietnam menjadi salah satu tempat migrasi mereka. Alasannya pun selaliu klasik, banyak demo, peraturan berubah-ubah, dan banyak biaya siluman. Bagi para investor lebih aman membangun pabrik di luar Indonesia. Mereka bisa dengan pasti menghitung berapa biaya investasi yang harus dikeluarkan. Setelah produk jadi, baru kemudian dijual di Indonesia, karena mereka tahu, masyarakat Indonesia tingkat komsumtifnya tinggi.
Kalau kita bicara mengenai peringkat Indonesia dalam percaturan internasional, kini yang sering memperoleh ”medali” justru hal-hal yang tidak layak lagi dibanggakan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia selalu masuk ”10 besar” dalam peringkat negeri paling korup. Tingkat korupsi memang sudah sangat memprihatinkan. Bangsa kita juga terkenal sebagai bangsa yang tidak malu untuk mengaku miskin. Lihat saja, begitu ada pembagian dana bantuan tunai langsung, yang besarnya Rp 100.000 perbulan, langsung orang berduyun-duyun ke kantor kelurahan mengaku miskin. Sampai-sampai Biro Pusat Statistik yang membuat klasifikasi warga miskin dibuat repot, karena selalu saja diprotes yang disebabkan ada warga yang merasa datanya keliru, sebab oleh BPS tidak dinyatakan sebagai warga miskin.
Tetapi, di tengah keprihatinan kita akan mulai hilangnya rasa percaya diri karena sudah tidak ada lagi yang bisa dibanggakan, ternyata polisi Indonesia mampu membuat prestasi yang mencengangkan dalam forum internasional. Bukti ini membuat kita harus berucap, jangan remehkan polisi Indonesia. Ceritanya, dalam sebuah konferensi polisi tingkat internasional di sebuah negara di kawasan Timur Tengah, pada hari terakhir dilakukan uji kemampuan profesionalisme polisi. Materi yang menjadi pertaruhan antarpolisi se dunia adalah uji kemampuan analisis forensik. Obyek yang diujikan yaitu mummi, dan polisi masing-masing negara diminta untuk mendeteksi berapa usia mummi tersebut.
Kesempatan pertama diambil oleh polisi dari Amerika Serikat. Memasuki ruangan uji kemampuan, mereka bertahan sampai lima jam. Begitu keluar ruangan, mereka ternyata angkat tangan. ”Kami tidak mampu, terlalu sulit,” kata salah seorang dari mereka, pangkatnya senior superintendent, setingkat dengan komisaris besar di Indonesia. Yang kedua, polisi Australia. Setelah sebelumnya mereka selalu menyombongkan kemampuannya dalam membantu polisi Indonesia mengungkap pelaku Bom Bali, di dalam ruangan polisi Australia sempat bertahan sampai tujuh jam. Tapi begitu keluar, hasilnya tetap saja tidak ada. ”Banyak faktor kesulitannya, kami tidak mampu mendeteksinya,” kata juru bicara mereka, berpangkat letnan kolonel.
Berikutnya polisi dari Cina, yang dalam paparan sebelum kegiatan ini mengaku sangat profesional karena mereka mampu menjaga ketertiban dan keamanan warga Cina yang jumlahnya hampiur satu miliar jiwa. Lebih lama dari polisi Australia, polisi Cina menghabiskan waktu sampai sembilan jam di ruangan uji umur mummi. Begitu keluar, dengan peluh yang membasahi muka mereka, yang dilakukan hanya berucap singkat, ”kami gagal”. Selanjutnya polisi dari Arab Saudi yang sehari-hari sudah terbiasa berhadapan dengan mummi. Sama dengan yang sebelumnya, walau menghabiskan sampai 10 jam, toh usaha mereka sia-sia juga. ”Sudah terlalu tua usianya, kami sulit untuk mendeteksi secara tepat,” katanya, mengaku gagal.
Beberapa polisi negara lain yang melakukan uji deteksi usia mummi ini, tak ada satu pun yang berhasil. Sampai akhirnya tiba giliran polisi Indonesia. Yang masuk ke ruangan bukan yang berpangkat perwira menengah, apalagi perwira tinggi, cukup perwira pertama. Pangkat mereka inspektur dua. Semula banyak nada mencibir ketika polisi Indonesia masuk ke ruangan. Tetapi, tanpa diduga, hanya dalam waktu lima belas menit polisi Indonesia sudah keluar dan dengan langkah tegap menuju ke podium. Dengan intonasi yang tenang, juru bicara polisi Indonesia mengatakan, ”Kami sudah melakukan deteksi, ternyata mummi tersebut berusia seribu delapan puluh tiga tahun,” katanya mantap.
Para polisi dunia yang hadir di konferensi tersebut pun menjadi tercengang. Mereka kemudian bertanya, ”Bagaimana Anda bisa melakukannya, bahkan dalam waktu yang sangat cepat. Juru bicara polisi Indonesia dengan tersenyum dingin hanya berkata singkat, membeberkan rahasia mengapa bisa secepat itu mendeteksi umur mummi. ”Kami pukuli, mumminya ngaku,” katanya singkat, padat, selanjutnya keluar ruangan dengan diikuti pandangan polisi peserta konferensi yang masih terheran-heran.
Rupanya kebiasaan di dalam negeri ketika memeriksa tersangka dan memaksanya untuk mengaku bisa juga diterapkan pada mummi. Itulah polisi Indonesia, tidak perlu kemampuan investigasi, main pukul saja sudah bisa membuat tersangka mengaku. Tapi apakah model seperti itu masih layak untuk diteruskan. Paradigma polisi sipil yang kini melekat pada polisi Indonesia tentunya harus menjadikan mereka untuk mengubah kebiasaan buruk tersebut.
Penghormatan akan hak azasi manusia harus dikedepankan, karena itulah salah satu wujud dari profesionalisme. Investigasi yang sesuai dengan ketentuan hukum harus diutamakan. Justru kalau cara ini yang selalu dilakukan, bukan penghargaan yang diterima, tetapi malahan akan diremehkan terus. Jangan asal main pukul, kalau nanti kena hukum karma, rasain lu. (A. Wahyurudhanto)

Tidak ada komentar: